Sabtu, 15 November 2008

Makanan Tradisional Bengkulu

Lontong Lamea
Lemea dan mandai ini berasal dari dua tempat yang berbeda dengan bahan yang berbeda pula, namun sama-sama berjenis "sayur". Proses pengawetannya pun sebenarnya agak berbeda. Yang satu tanpa garam tetapi memakai ikan, sedang yang lain memakai air garam.
Lemea kutemui pertama kali di Muara Aman, ibukota Kabupaten Lebong, Propinsi Bengkulu. Kota ini sendiri adalah sebuah kota tua yang penuh sejarah kejayaan booming tambang emas Lebong Tandai di jaman Belanda. Kota kecil sejuk yang dikelilingi bukit, penduduk berbahasa dengan bahasa yang sama sekali berbeda dengan bahasa orang Bengkulu. Kabupaten Lebong sendiri 60% wilayahnya adalah hutan konservasi--tentang hal ini bisa menjadi satu cerita panjang tersendiri.

Kembali ke lemea. Lemea adalah rebung asam hasil proses fermentasi. Terbuat dari rebung yang dipotong-potong memanjang tipis sepanjang korek api. Setelah dicuci bersih, rebung tersebut direndam dalam air. Lalu taruh ikan sungai yang sudah direbus sebentar -- tak sampai matang -- di dalam rendaman tersebut. Biasanya ikan yang dimasukkan adalah ikan semak. Aku tak tahu nama Indonesianya, atau nama latinnya. Namun ikan ini termasuk jenis ikan sungai, bersisik, berwarna putih, dan bertulang rawan. Aku ingat pernah makan gulai ikan ini bertahun lalu di pedalaman Napal Putih. Sisik dan tulangnya pun bisa dimakan karena sangat empuk tanpa dipresto.

Nah, kembali ke lemea, simpan rendaman rebung tersebut minimal 2 malam, baru dikonsumsi dengan cara memasaknya. Lemea bisa dimasak gulai atau ditumis saja. Tapi seperti tempoyak, dua-duanya enak dimasak dengan cabe giling extra pedas. Untuk tumisan cukup dengan bawang merah dan bawah putih serta cabe giling, sedikit sereh dan lengkuas. Rasa lemea asam dan rasa bumbu yang pedas berpadu menjadi rasa yang segar merangsang nafsu makan. Bau lemea yang tajam pun bisa menambah selera. Lemea ini bisa tahan disimpan beberapa bulan.

Dengan proses pembuatan yang mirip dengan lemea, mandai kutemui di Banjarmasin. Tadinya aku sangsi dengan makanan ini, mengingat bahannya adalah kulit bagian dalam buah cempedak (orang Jawa bilang "dami") yang oleh tetanggaku pasti akan disisihkan untuk makanan kambing. Jadi selesai makan buah cempedak, sisihkan kulitnya -- jangan dibuang. Lalu kupas kulit bagian luar, cuci bersih, potong-potong, dan rendam dalam air garam. Diamkan kurang lebih 2 hari.

Setelah dua hari, kulit buah cempedak ini akan berubah rupa menjadi sangat lembut. Tak tersisa bentuknya yang keras dan (kadang) bergetah. Cuci mandai ini lalu tumis dengan bawang merah, bawah putih, irisan cabe, dan kecap manis. Rasanya... tak disangka... luar biasa!! Selain ditumis, mandai juga bisa digoreng biasa, lalu dimakan dengan sambal. Menurut temanku, rasanya pun tak kalah luar biasa.

Tidak ada komentar: